Suatu saat ada dua orang yang memperdebatkan takdir, dan Rasulullah menjadi marah karenanya. Sebab, Rasulullah di utus bukan untuk memperdebatkan takdir, yang penting umat islam beriman dan yakin tentang keberadaan takdir.
Memang benar, sebenarnya terlalu panjang jika memperdebatkan takdir, malah akan membuat kita pusing sendiri. Apalagi jika semua itu di pikirkan atau malah menjadi alasan untuk malas beribadah atau dijadikan pembelaan ketika berbuat maksiat.
Suatu saat ada seorang pencuri buah jeruk milik tetangganya, kebetulan aksinya ketahuan. Lalu si pencuri tersebut di interogasi.
"Mengapa kamu mencuri jeruk di kebun ku?" dengan wajah seakan tanpa dosa dia menjawab "Aku hanya menjalani takdir ku, hari ini aku ditakdirkan untuk mencuri". Sebuah tamparan keras mendarat di wajah pencuri tersebut. Dengan penuh emosi dia bertanya "Mengapa Anda menampar saya?" Dengan nada datar pemilik kebun jeruk itu menjawab "Aku hanya menjalankan takdir, hari ini aku ditakdirkan untuk menampar kamu". Pencuri jeruk pun diam tidak berkutik.
"Mengapa kamu mencuri jeruk di kebun ku?" dengan wajah seakan tanpa dosa dia menjawab "Aku hanya menjalani takdir ku, hari ini aku ditakdirkan untuk mencuri". Sebuah tamparan keras mendarat di wajah pencuri tersebut. Dengan penuh emosi dia bertanya "Mengapa Anda menampar saya?" Dengan nada datar pemilik kebun jeruk itu menjawab "Aku hanya menjalankan takdir, hari ini aku ditakdirkan untuk menampar kamu". Pencuri jeruk pun diam tidak berkutik.
Benarkah sikap pencuri jeruk di atas? Tentu tidak. Dia menjadikan takdir sebagai pembelaan atas kesalahan yang dia lakukan, artinya dia menyalahkan Allah. Karena takdir adalah misteri, maka berhentilah memperdebatkannya. Takdir hanya wajib diimani keberadaannya. Takdir laksana lautan yang begitu dalam. Kita hanya perlu mempercayai bahwa lautan itu dalam, tanpa harus menyelam kedalam. Jika kita tidak percaya dan memaksakan diri untuk menyelaminya, niscaya kita akan tenggelam dan tidak bisa diselamatkan.
Begitu pula dengna takdir. Takdir hanya cukup kita imani keberadaannya, bukan untuk kita perdebatkan. Bahkan tidak menutup kemungkinan seseorang yang memperdebatkan takdir akhirnya akalnya tidak kuat kemudian malah menjadi tersesat.
0 komentar:
Posting Komentar