Sebuah riwayat tentang kesabaran yang diceritakan dalam kitab Jihadun Nafs (2) karya Ayatullah Mazhariri. Pada masa Rasulullah, ada perempuan yang memiliki anak kecil. Perempuan ini seorang muslimah. Ia tidak bisa membaca dan menulis, tapi ia mungkin yang sejati. Imannya memenuhi jantung dan hatinya. keimanannya dibuktikan dalam kesabaran ketika menghadapi ujian.
Suatu hari anaknya itu sakit sementara suaminya sedang berada di tempat jauh untuk bekerja. Ketika suaminya bekerja, si anak kecil itu meninggal dunia. Istri itu duduk di samping anaknya dan menangis. Sejenak, ia terjaga dari tangisnya, ia menyadari bawhwa sebentar lagi suaminya akan pulang. Ia bergumam, "Kalau aku
menangis terus menerus disamping jenazah anak ku ini, kehidupan tidak akan dikembalikan kepadanya, dan aku akan melukai hati suami ku. Padahal dia akan pulang dalam keadaan lelah."
menangis terus menerus disamping jenazah anak ku ini, kehidupan tidak akan dikembalikan kepadanya, dan aku akan melukai hati suami ku. Padahal dia akan pulang dalam keadaan lelah."
Kemudian dia meletakkan anaknya yang sudah meninggal itu pada suatu tempat. Tibahlah suaminya dari tempat kerjanya yang jauh. ketika suaminya hendak masuk ke rumah, istri itu menyambutnya dengan senyum ramah. Ia sembunyikan kesedihan dan ia sambut suaminya dengan mengajaknya makan. Ia basuh kaki suaminya itu. Suaminya berkata, "mana anak kita yang sedang sakit?" Istrinya menjawab, "Alhamdulillah ia sudah lebih baik". Istri itu tidak berbohong karena anak kecilnya sudah berada di syurga yang kadaannya jauh lebih baik.
Istri itu terus berusaha menghibur suaminya yang baru datang. Ia ajak suaminya untuk tidur hingga terbangun menjelang waktu subuh. Sang suami bangun,mandi dan sholat qabla subuh. Ketika ia akan berangkat ke mesjid untuk sholat berjamaah, istrinya mendekat sambil berkata, "Suamiku, aku punya keperluan". "Sebutkanlah" kata suaminya. Sang istri menjawab, "Kalau ada seseorang yang menitipkan amanat kepada kita, lalu pada saatnya orang itu mengambil amanat tersebut dari kita, bagaimana pendapat mu kalau amanat itu kita tahan dan kita tidak mau memberikan kepadanya?". Suami menjawab, "Pastilah aku menjadi suami yang paling buruk akhlaknya dan khianat dalam beramal. Itu merupakan perbuatan yang sangat tercela. Aku wajib mengembalikan amanat tersebut kepada pemiliknya".
Lalu istri berkata, "Sudah tiga tahun, Allah menitipkan amanat kepada kita. Hari kemarin, dengan kehendak-Nya, Allah mengambil amanat itu dari kita. Anak kita sekarang sudah meninggal dunia, ia ada dikamar sebelah. Sekarang berangkatlah engkau dan lakukanlah sholat". Suaminya pergi ke kamar utuk menengok anaknya yang telah meninggal. Ia lalu pergi ke mesjid untuk sholat subuh berjamaah. Pada waktu itu, Nabi menjemputnya seraya berkata, "Diberkatilah malam kamu yang tadi itu". Malam itu ketika suami istri bersabar dalam menghadapi musibah.
Dari cerita itu, kita dapat menangkap bagaimana sang istri memperlakukan suami dengan sabar dan suami meperlakukan istri dengan sabar pula. Dalam istilah modern, kedua suami istri itu memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. InsyaAllah keluarga seperti ini akan bertahan lama. :)
mantap brow
BalasHapusthanks sudah mampir gan
Hapus